Adab Doa Qunut yang Mungkin Kau Belum Tahu – Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily #NasehatUlama
Doa Qunut yang dibahas oleh Syaikh di video ini adalah Doa Qunut Witir. Wallahu a’lam. Ahsanallahu ilaikum. Penanya berkata, “Apa hukum mengangkat kedua tangan saat membaca Doa Qunut?”
“Dan apa hukum melagukan dan memperpanjang bacaan Doa Qunut, apakah itu termasuk bid’ah?” Adapun mengangkat kedua tangan (ketika membaca Doa Qunut) hukumnya mustahab (dianjurkan). Mengangkat kedua tangan saat membaca Doa Qunut hukumnya mustahab (dianjurkan). Dan ini berdasarkan dua alasan:
Alasan pertama, karena imam juga mengangkat kedua tangan. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Sesungguhnya adanya imam itu untuk diikuti.” Dan alasan kedua, karena itu doa yang disyariatkan, dan tidak ada perkara dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menafikannya.
Tidak ada hal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menafikannya, sehingga itu disyariatkan. Sedangkan hukum melagukan bacaan doa, dan mendendangkannya secara berlebihan, maka itu menyelisihi adab berdoa dan tidak sesuai sunnah.
Maka dari itu, kami mohon kepada para imam salat, agar tidak membaca Doa Qunut seperti membaca al-Quran. Sebagian imam, ketika mereka membaca Doa Qunut, seperti membaca al-Quran; membaca ghunnahnya, membaca qalqalahnya, memanjangkan mad lazimnya, memanjangkan mad jaiznya, dan mad wajibnya, seakan-akan ia sedang membaca al-Quran dan mentartilkannya.
Adab berdoa tidak seperti ini. Demikian juga dengan mendendangkan doa secara berlebihan. Dulu para Salaf melarang hal itu, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak menyukai berdendang saat berdoa. Sebagaimana yang dikatakan ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa dahulu mereka tidak menyukai hal itu, dan ini mencakup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga.
Sedangkan memperpanjang Doa Qunut, maka itu juga bukan termasuk adab saat membaca Doa Qunut. Para ulama telah menyebutkan, bahwa imam tidak disunnahkan untuk memperlama berdiri saat membaca Doa Qunut, melebihi lama berdirinya saat membaca bacaan al-Quran sebelumnya, karena sunnahnya, lamanya posisi setelah berdiri membaca al-Quran saat salat adalah sama, atau lebih cepat waktunya.
Jika saat berdiri ia membaca al-Fatihah dan al-Ikhlas, maka sunnahnya, saat ia membaca Doa Qunut adalah menjadikan lama berdirinya untuk membaca Doa Qunut, sama seperti saat berdirinya untuk membaca al-Fatihah dan al-Ikhlas, atau lebih cepat dari itu.
Dan inilah yang sesuai sunnah, selain itu, juga lebih meringankan makmum. Terlebih lagi, Doa Qunut dilakukan pada akhir salat, dan para makmum telah letih. Sehingga yang lebih meringankan makmum adalah dengan membaca Doa Qunut yang ringkas, namun maknanya menyeluruh, dan tidak memperpanjangnya. Demikian.
======================================================================================================
أَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكُمْ يَقُولُ هَذَا السَّائِلُ
مَا حُكْمُ رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي دُعَاءِ الْقُنُوتِ؟
وَكَذَلِكَ تَلْحِينِ الدُّعَاءِ وَالْإِطَالَةِ هَلْ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ؟
أَمَّا رَفْعُ الْيَدَيْنِ فَمُسْتَحَبٌّ
رَفْعُ الْيَدَيْنِ فِي الْقُنُوتِ مُسْتَحَبٌّ
وَذَلِكَ لِوَجْهَيْنِ
الْوَجْهُ الْأَوَّلُ أَنَّ الْإِمَامَ يَرْفَعُ
وَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ
وَالْوَجْهُ الثَّانِي أَنَّهُ دُعَاءٌ مَشْرُوعٌ
وَلَمْ يَرِدْ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يُنَافِيهِ
لَمْ يَرِدْ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يُنَافِيهِ فَهُوَ مَشْرُوعٌ
وَأَمَّا تَلْحِينُ الدُّعَاءِ
وَسَجْعُهُ السَّجْعَ الْمُتَكَلَّفَ
فَهُوَ يُنَافِي الْأَدَبَ وَخِلَافُ السُّنَّةِ
وَلِذَلِكَ
نَرْجُو مِنْ أَئِمَّتِنَا أَنْ لَا يَجْعَلُوا دُعَاءَ الْقُنُوتِ كَالْقُرْآنِ
فَبَعْضُهُم يَتْلُو الدُّعَاءَ تِلَاوَةً يَغُنُّ
وَيُقَلْقِلُ
وَيَمُدُّ الْمَدَّ اللَّازِمَ
وَالْمَدَّ الْجَائِزَ
وَالْمَدَّ الْوَاجِبَ
كَأَنَّهُ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيُرَتِّلُ
هَذَا لَيْسَ مِنْ آدَابِ الدُّعَاءِ
وَكَذَا السَّجْعُ الْمُتَكَلَّفُ
فَقَدْ كَانَ السَّلَفُ يَنْهَوْنَ عَنْهُ وَكَانَ الرَّسُولُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكْرَهُ السَّجْعَ فِي الدُّعَاءِ
كَمَا أَخْبَرَتْ أُمُّنَا عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْرَهُونَ ذَلِكَ
وَهَذَا يَشْمَلُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَأَمَّا الْإِطَالَةُ
فَلَيْسَتْ مِنَ الْآدَابِ أَيْضًا لَيْسَتْ مِنْ آدَابِ دُعَاءِ الْقُنُوتِ
وَقَدْ ذَكَرَ أَهْلُ الْعِلْمِ أَنَّهُ لَا يُسْتَحَبُّ لِلْإِمَامِ
أَنْ يُطِيلَ الْوُقُوفَ فِي الْقُنُوتِ
أَطْوَلَ مِنْ وُقُوفِهِ فِي الْقِرَاءَةِ قَبْلَهُ
لِأَنَّ السُّنَّةَ أَنَّ مَا بَعْدَ الْقِرَاءَةِ يَكُونُ مُسَاوِيْهَا أَوْ أَقَلَّ مِنْهَا
فَإِذَا كَانَ وَقَفَ قَرَأَ الْفَاتِحَةَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ
الْمُسْتَحَبُّ فِي دُعَاءِ الْقُنُوتِ
أَنْ يَجْعَلَ وُقُوفَهُ لِدُعَاءِ الْقُنُوتِ كَوُقُوفِهِ لِقِرَاءَةِ الْفَاتِحَةِ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ
أَوْ أَقَلَّ مِنْ ذَلِكَ
وَهَذَا الَّذِي يُوَافِقُ السُّنَّةَ وَهُوَ أَرْفَقُ بِالنَّاسِ
وَلَا سِيَّمَا أَنَّ دُعَاءَ الْقُنُوتِ يَقَعُ فِي آخِرِ الصَّلَاةِ وَالنَّاسُ قَدْ تَعِبُوا
فَالْأَرْفَقُ أَنْ يُؤْتَى بِجَوَامِعِ الْكَلِمِ فِي الدُّعَاءِ
وَأَنْ لَا يُطَالَ فِيهِ نَعَم